Langsung ke konten utama

Kebuntingan Kembar Pada Kuda


Day Old Foal (Foto Pribadi)
Asal terbentuknya kebuntingan kembar umumnya adalah dizigotik. Zigositas mengacu pada asal kembar.  Kembar dizigotik berasal dari dua buah oosit yang dibuahi secara terpisah oleh dua spermatozoa.  Sedangkan monozigotik mengacu pada kembar identik yang berasal dari pembuahan satu oosit.  Tiga hal umum yang telah dikenal mengenai kebuntingan kembar, yaitu kembar berulang pada indukan yang sama, tingkat kebuntingan kembar bervariasi berdasarkan jenis, dan pejantan yang sangat fertil.  Secara historis kebuntingan kembar menyebabkan kerugian ekonomi karena akan terjadi aborsi, kematian fetus atau embrio, atau kelahiran anak kuda kerdil.  Kuda yang mengalami aborsi menyebabkan terjadinya kerusakan pada saluran reproduksi dan sulit untuk dikembangbiakan lagi (McKinnon et al. 2011).


Ovulasi ganda dapat terjadi pada kuda.  Tingkat ovulasi ganda dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ras, status reproduksi, usia dan manipulasi farmakologis dari siklus estrus.  Kejadian spontan ovulasi ganda bervariasi antara sekitar 2% pada poni dan 25% pada thoroughbred.  Ketika dua folikel dominan (dua folikel> 28mm) berkembang dalam gelombang folikel yang sama, ovulasi ganda terjadi pada sekitar 40% dari kuda (Ginther et al. 2008).  Ini dapat terjadi serentak (dalam waktu 12 jam), namun interval sampai dua hari dan lebih telah dilaporkan antara ovulasi dan dapat menyebabkan pembentukan kebuntingan kembar.  Pada 2,5 hari sebelum ovulasi, tingkat pertumbuhan folikel dominan dalam kuda berovulasi ganda lebih rendah  daripada kuda berovulasi tunggal mengakibatkan diameter folikel praovulasi lebih kecil pada kuda berovulasi kembar.  Rendahnya pertumbuhan folikel terkait dengan konsentrasi FSH lebih rendah, kemungkinan besar karena konsentrasi estradiol yang lebih tinggi dari dua folikel preovulatori (Ginther et al. 2008).

Kejadian kebuntingan kembar kuda pacu di Indonesia kurang lebih sebesar 6,32%.  Kebuntingan kembar pada kuda Thoroughbred di Jerman yang dilaporkan oleh Merkt dan Jöchle pada tahun 1993 sebesar 2,5% dari 27.465 kebuntingan selama kurun waktu antara 1967 dan 1992.  Namun, angka ini menurun dari 2,7% sebelum 1984 menjadi 1,7% pada tahun berikutnya.  Sedangkan laporan Sharma et al. (2010) angka kebuntingan kembar 10.70% dari total kebuntingan.  Kebuntingan kembar kuda Thoroughbred di Polandia sebesar 3,3% pada tahun 1952-1976.  Sebanyak 73% dari kuda bunting kembar tersebut terjadi abortus sebesar 73%, still birth sebesar 11% dan yang hidup sebesar 16% (Deskur 1985).  Kebanyakan kebuntingan sebesar 57,57% secara unilateral dan 41.50% secara bilateral. 

 Gambaran ultrasonografi uteus kuda dengan kebuntingan kembar ditandai dengan adanya dua vesikel dalam satu kantong plasenta (kembar identik) (Foto Pribadi).
Kebuntingan kembar menyebabkan kerugian ekonomi karena mengakibatkan kematian embrio dini, abortus atau fetus sangat jarang sekali tumbuh sempurna hingga lahir (Wolc et al. 2006).  Identifikasi kebuntingan kembar dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG.  Keberadaan lebih dari satu vesikel anechoic seperti terlihat pada awal kebuntingan merupakan indikasi kebuntingan kembar.  Sebanyak 11 kasus kebuntingan kembar dilaporkan hanya satu yang berhasil lahir.  Namun, hanya satu anak yang berhasil lahir dan satu fetus telah mengalami mumifikasi.  Ada beberapa peternak yang berusaha mereduksi jumlah fetus dengan cara mengurangi asupan pakan tetapi hal tersebut tidak berhasil.  Begitu pula terapi enekluasi tidak menunjukkan hasil yang positif. 

Beberapa kasus kebuntingan kembar diindikasikan sebagai akibat sinkronisasi estrus menggunakan PGF2α.  Penggunaan PGF2α dapat memicu ovulasi lebih dari satu folikel apabila ada lebih dari satu folikel dengan diameter lebih dari 25 mm.  Hal ini telah diteliti oleh Veronesi et al. (2003) bahwa penggunaan hormon untuk sinkronisasi seperti hCG, PGF2α atau kombinasi hCG dan PGF2α dapat menginduksi kebuntingan kembar.  Selain itu penelitian embrio transfer oleh Mancill et al. (2011) menyebabkan kebuntingan kembar monozigotik yang kesemuanya mengalami kematian.  Umur yang sudah tua (lebih dari 16 tahun) menunjukkan kecenderungan kebuntingan kembar lebih tinggi dibandingkan dengan kuda yang lebih muda (Deskur 1985).

Penelitian yang dilakukan Ginther (1987) menunjukkan bahwa ukuran vesikel antara kuda dengan satu ovulasi dan kuda dengan lebih dari satu ovulasi tidak menunjukkan perbedaan signifikan pada hari ke-14.  Penghilangan atau enukleasi yang dilakukan oleh Merkt dan Jöchle (1993) pada salah satu embrio dari 69 kasus memberikan hasil terbaik jika dilakukan pada hari ke-21 hingga 26 kebuntingan dan menghasilkan 80% keberlangsungan gestasi.  Pemeriksaan USG oleh Ginther (1989) setelah enuklesi menunjukkan reduksi embrio meningkat secara signifikan ketika vesikel fiksasi secara unilateral, bukan bilateral, dan ketika ukuran vesikel tidak setara diameternya.  Selain itu juga perlu diperhatikan porsi terbesar dari dinding kantong kuning telur, kantong alantois atau vaskularisasi berada pada vesikel atau endometrium.  Reduksi embrio pada porsi dinding embrio yang lebih besar menempel pada endometrium mengakibatkan embrio kekurangan asupan maternal dan akan mengalami regresi.  Pembatasan asupan pakan untuk menghindari kebuntingan kembar dengan cara melemahkan konseptus sulit untuk dikelola.  Pengurangan asupan pakan selama satu siklus sebelum kawin pada tiga kuda dengan sejarah kebuntingan kembar menghasilkan lima kebuntingan dari lima percobaan (Merkt dan Jöchle 1993). 

Referensi

Deskur S. 1985. Twinning in Thoroughbred mares in Poland. Theriogenology 23:711-718.
Ginther OJ, Gastal EL, Gastal MO, dan BegMA. 2008. Dynamics of the equine preovulatory follicle and periovulatory hormones: what's new? J. Equine. Vet. Sci. 28: 454–460.
Ginther OJ. 1987. Relationships among number of days between multiple ovulations, number of embryos, and type of embryo fixation in mares. J. Equine. Vet. Sci. 7: 82-88.
Ginther OJ. 1989. Twin embryos in mares II: post fixation embryo reduction. Eq. Vet. J. 21: 171–174.
Mancill SS, Blodgett G, Arnott RJ, Alvarenga M, Love CC, dan Hinrichs K. 2011. Description and genetic analysis of three sets of monozygotic twins resulting from transfers of single embryos to recipient mares. J. Am. Vet. Med. Assoc. 238:1040-1043.
Merkt H, dan Jöchle W. 1993. Abortions and twin pregnancies in thoroughbreds: Rate of occurrence, treatments and prevention. J. Equine. Vet. Sci. 13:690-694.
Sharmaa S, Dhaliwal GS, dan Dadarwal D. 2010. Reproductive efficiency of Thoroughbred mares under Indian subtropical conditions: A retrospective survey over 7 years. Anim. Reprod. Sci. 117: 241–248.
Veronesi MC, Battocchio M, Faustini M, Gandini M, dan Cairoli F. 2003. Relationship between pharmacological induction of estrous and/or ovulation and twin pregnancy in the Thoroughbred mares. Domest. Anim. Endocrinol. 25:133-140.
Wolc A, Bresińska A, dan Szwaczkowski T. 2006. Genetic and permanent environmental variability of twinning in Thoroughbred horses estimated via three threshold models. J. Anim. Breed. Genet. 123:186-190.


Komentar

Unknown mengatakan…
Your Affiliate Profit Machine is waiting -

Plus, making money online using it is as easy as 1-2-3!

This is how it works...

STEP 1. Choose which affiliate products you intend to promote
STEP 2. Add PUSH BUTTON traffic (this LITERALLY takes 2 minutes)
STEP 3. Watch the system explode your list and upsell your affiliate products all on it's own!

Are you ready???

The solution is right here

Postingan populer dari blog ini

Pericarditis Traumatica pada Sapi

Distensi vena jugularis dan udema regio dada Pericarditis merupakan peradangan pericardium disertai dengan akumulasi produk radang berupa serosa atau fibrinosa. Pericarditis pada sapi umumnya diakibatkan oleh adanya benda asing pada retikulum kemudian menembus dinding retikulum, diafragma dan kantong pericardium. Gejala utama pericarditis adalah tachycardia, suara jantung meredup dan tidak sinkron, distensi vena jugularis dan submandibularis, udema pada dada dan ventral abdomen. Tes glutaraldehyde merupakan alat diagnosis penting karena menunjukkan positif pada >90% sapi penderita pericarditis. Temuan tes laboratorium yaitu leukocytosis dan hyperfibrinogenaemia (menunjukkan peradangan), peningkatan aktivitas enzim hati (kongesti pada hati). 

HERNIA ABDOMINALIS PADA KUCING

Gambar 1. Hernia abdominalis kucing dan luka post-operasi.   Tujuan studi ini adalah memaparkan kasus bedah pada hewan kecil. Seekor kucing domestik dengan anamnesa terdapat luka dan penonjolan pada abdomen ventral mesogastrikus, dengan bobot badan 2,5 kg, suhu tubuh 38,8ºC, frekuensi nafas 32x/menit, frekuensi nadi 96x/menit. Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa penonjolan abdomen bagian ventral mesogastrikus terdapat cincin hernia. Pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan hematologi, dan berdasarkan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan hematologi kucing ini didiagnosa menderita hernia abdominalis dengan prognosa fausta. Terapi yang diberikan untuk kasus ini adalah teknik bedah dengan laparotomi medianus, dan setelah dilakukan penyayatan di abdomen, diperoleh cincin hernia berukuran kurang lebih 1,5 cm. Penutupan cincin hernia dengan teknik operasi laparotomi merupakan cara yang tepat untuk menangani kasus ini karena dapat dimungkinkan cincin hernia semakin membesar. Kata

TEKNIK DAN PRINSIP RADIOGRAFI THORAK PADA HEWAN KECIL

Pendahuluan Sejak ditemukan pada tahun 1895,  sinar X telah diaplikasikan untuk kepentingan gambaran hewan kecil. Peralatan sinar X yang digunakan untuk pemeriksaan hewan kecil perlu tingkatan resolusi yang lebih tinggi. Radiografi thorak merupakan peralatan penting dalam pemeriksaan penyakit thorak maupun sistemik. Radiografi umumnya mudah, namun teknik yang teliti sangat diperlukan untuk menjamin perolehan kualitas film yang tinggi dan menghindari kesalahan diagnosa. Daerah thorak merupakan bagian yang sangat sulit untuk diinterpretasikan. Indikasi Indikasi radiografi thorak yaitu pemeriksaan penyakit intratorak dan pemeriksaan dan screening penyakit sistemik. Radiografi thorak digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan penyakit, lokasi penyakit, tipe lesio dan tingkat lesio, memberikan rincian diagnosa dan diferensiasinya dan mendokumentasikan perkembangan lesio.